Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang
Written on: April 29, 2017
Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang - Hi friends, I hope you are all in good healthDOA ISLAM, In the article you are reading this time with the title Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang , We have prepared this article well for you to read and take information in it. hopefully the contents of the post
Artikel Nasihat, what we write you can understand. ok, happy reading.
Title : Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang
link : Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang
You are now reading the article Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang with link address https://doaislamupdate.blogspot.com/2017/04/fase-kehidupan-dalam-sajian-tembang.html
Title : Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang
link : Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang
Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang
Tembang Macapat merupakan salah satu kelompok tembang yang sampai saat ini masih diuri-uri (dilestarikan) oleh orang Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu. Ada sebelas tembang dalam macapat, masing-masing memiliki karakter dan ciri yang berbeda, dan memiliki aturan-aturan penulisan khusus dalam membuatnya.
Tembang macapat diyakini sebagian besar orang jawa sebagai kelompok tembang yang memiliki makna proses hidup manusia, proses dimana Tuhan memberikan ruh-Nya, hingga manusia tersebut kembali kepada-Nya. Sifat-sifat manusia sejak lahir hingga kematiannya digambarkan dengan runtut dalam sebelas tembang macapat. Berikut ini adalah fase kehidupan manusia dalam falsafah Jawa berdasarkan tembang macapat:
1. Maskumambang (Janin)
Maskumambang merupakan pembuka dalam kelompok tembang macapat, yang memberikan gambaran tentang janin dalam kandungan ibu ketika hamil. Arti kata Maskumambang sendiri banyak yang memaknai sebagai emas yang terapung (emas kumambang), juga sering disebut sebagai maskentir (emas yang terhanyut).
Tembang macapat maskumambang banyak digunakan untuk mengungkapkan perasaan nelangsa, sedih, ketidakberdyaan, ataupun perasaan harap-harap cemas dalam menghadapi kehidupan.
2. Mijil (Terlahir)
Tembang Mijil menjadi awal hadirnya manusia di dunia ini, yang berarti seorang anak terlahir dari gua garba Ibu. Kata lain dari mijil dalam bahasa jawa adalah wijil, wiyos, raras, medal, sulastri yang berarti keluar. Ia dihadirkan untuk bisa menjadi “manusia” hingga suatu saat bisa kembali kepada-Nya dengan damai.
Sifat tembang macapat mijil adalah welas asih, pengharapan, laku perihatin dan tentang cinta.
3. Sinom (Muda)
Dalam bahasa jawa Sinom bisanya digunakan untuk menyebut daun asam yang masih muda, beberapa kalangan mengartikan Sinom sebagai si enom, isih enom (masih muda). Setelah bayi lahir ia menjadi seorang anak yang dalam perkembangannya akan menjadi seorang anak muda yang dinamis.
Sifat tembang macapat Sinom adalah bersemangat, bijaksana dan sering digunakan untuk piwulang (mengajari) dan wewarah (membimbing).
4. Kinanthi (Dipandu)
Kinanthi banyak diyakini berasal dari kata dikanthi-kanthi (diarahkan, dibimbing, atau didampingi). Proses pendampingan anak sebenarnya sudah dilakukan orang tua sejak kecil, namun di usia remaja seorang anak perlu didampingi secara ekstra karena pada usianya ia sudah banyak berinteraksi dengan lingkungan.
Tembang-tembang Kinanti banyak digunakan sebagai sarana memberi nasihat (mituturi), ungkapan cinta, dan berisi ajaran (piwulang).
5. Asmaradhana (Api Asmara)
Macapat Asmaradana merupakan salah satu tembang yang banyak menggambarkan gejolak asmara yang dialami manusia. Sesuai dengan arti kata, Asmaradana memiliki makna asmara dan dahana yang berarti api asmara.
Asmaradana sering digunakan untuk mengungkapkan perasaan cinta, baik untuk lagu sedih karena patah hati, kecewa cintanya ditolak, pasangan bahagia, maupun sebuah pengharapan pada pasangan.
6. Gambuh (Sepaham/Cocok)
Tembang macapat Gambuh merupakan salah satu tembang yang berisi tentang berbagai ajaran kepada generasi muda, khususnya mengenai bagaimana menjalin hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya.
Beberapa kalangan ada yang memaknai kata Gambuh sebagai sebuah kecocokan, sepaham dan sikap bijaksana. Sikap bijaksana berarti dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, sesuai porsinya, dan mampu bersikap adil.
7. Dhandang Gula (Manisnya Kehidupan)
Tembang macapat Dandanggula memiliki makna harapan yang indah, kata dandanggula sendiri dipercaya berasal dari kata gegadhangan yang berarti cita-cita, angan-angan atau harapan, dan dari kata gula yang berarti manis, indah ataupun bahagia.
Tembang ini memiliki watak yang Luwes, gembira dan indah, sangat cocok digunakan sebagai tembang pembuka yang menjabarkan berbagai ajaran kebaikan, ungkapan rasa cinta dan kebahagiaan.
8. Durma (Mundurnya tata krama)
Tembang macapat Durma merupakan tembang macapat yang menggambarkan kondisi ketika manusia telah menikmati segala kenikmatan dari Tuhan. Durma bagi beberapa kalangan diartikan sebagai munduring tata krama, (mundurnya etika).
Tembang macapat Durma biasanya digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat amarah, berontak, dan juga semangat perang. Ia menggambarkan keadaan manusia yang cenderung berbuat buruk, egois dan ingin menang sendiri.
9. Pangkur (Menarik diri)
Tembang macapat Pangkur bagi orang jawa sering dimaknai sebagai proses mengurangi hawa nafsu dan mungkur dari urusan duniawi. Dalam tahap ini, manusia sudah memasuki usia senja dimana sesorang akan “berkaca” tentang dirinya, tentang masa lalunya, tentang pribadi dan Tuhannya dan lain sebagainya.
Tembang macapat Pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang bernuansa Pitutur (nasihat), pertemanan, dan sayang. Dalam tembang ini juga berbicara tentang kegembiraan dan pengendalia hawa nafsu.
10. Megatruh (Sakaratul maut)
Tembang macapat Megatruh merupakan salah satu tembang macapat yang menggambarkan tentang kondisi maunisa di saat sakaratul maut. Kata megatruh sendiri dipercaya berasal dari kata megat/pegat (berpisah) dan ruh, yang artinya berpisahnya antara jiwa dan raga.
Sifat dan karakter dari tembang macapat Megatruh diantaranya sedih, prihatin, “getun”, menyesal. Tembang macapat ini sangat cocok untuk cerita yang mengandung rasa penyesalan, prihati, sedih.
11. Pucung (Kematian/dipocong)
Tembang macapat Pucung merupakan satu tembang yang digunakan sebagai pengingat akan datangnya kematian. Hadirnya manusia di dunia yang sementara ini akan ada satu masa titik akhir dimana ia harus berpisah dengan segala yang ia cintai semasa hidup.
Watak tembang macapat Pucung adalah sembrana parikena, biasanya dipakai untuk menceritakan hal-hal yang ringan, jenaka atau teka-teki. Meski ringan dan jenaka, namun dalam tembang ini membawa pesan yang berisi nasihat-nasihat untuk membangun hubungan harmonis antara manusia, alam, lingkungan dan Tuhannya.
Tembang macapat diyakini sebagian besar orang jawa sebagai kelompok tembang yang memiliki makna proses hidup manusia, proses dimana Tuhan memberikan ruh-Nya, hingga manusia tersebut kembali kepada-Nya. Sifat-sifat manusia sejak lahir hingga kematiannya digambarkan dengan runtut dalam sebelas tembang macapat. Berikut ini adalah fase kehidupan manusia dalam falsafah Jawa berdasarkan tembang macapat:
1. Maskumambang (Janin)
Maskumambang merupakan pembuka dalam kelompok tembang macapat, yang memberikan gambaran tentang janin dalam kandungan ibu ketika hamil. Arti kata Maskumambang sendiri banyak yang memaknai sebagai emas yang terapung (emas kumambang), juga sering disebut sebagai maskentir (emas yang terhanyut).
Tembang macapat maskumambang banyak digunakan untuk mengungkapkan perasaan nelangsa, sedih, ketidakberdyaan, ataupun perasaan harap-harap cemas dalam menghadapi kehidupan.
2. Mijil (Terlahir)
Tembang Mijil menjadi awal hadirnya manusia di dunia ini, yang berarti seorang anak terlahir dari gua garba Ibu. Kata lain dari mijil dalam bahasa jawa adalah wijil, wiyos, raras, medal, sulastri yang berarti keluar. Ia dihadirkan untuk bisa menjadi “manusia” hingga suatu saat bisa kembali kepada-Nya dengan damai.
Sifat tembang macapat mijil adalah welas asih, pengharapan, laku perihatin dan tentang cinta.
3. Sinom (Muda)
Dalam bahasa jawa Sinom bisanya digunakan untuk menyebut daun asam yang masih muda, beberapa kalangan mengartikan Sinom sebagai si enom, isih enom (masih muda). Setelah bayi lahir ia menjadi seorang anak yang dalam perkembangannya akan menjadi seorang anak muda yang dinamis.
Sifat tembang macapat Sinom adalah bersemangat, bijaksana dan sering digunakan untuk piwulang (mengajari) dan wewarah (membimbing).
4. Kinanthi (Dipandu)
Kinanthi banyak diyakini berasal dari kata dikanthi-kanthi (diarahkan, dibimbing, atau didampingi). Proses pendampingan anak sebenarnya sudah dilakukan orang tua sejak kecil, namun di usia remaja seorang anak perlu didampingi secara ekstra karena pada usianya ia sudah banyak berinteraksi dengan lingkungan.
Tembang-tembang Kinanti banyak digunakan sebagai sarana memberi nasihat (mituturi), ungkapan cinta, dan berisi ajaran (piwulang).
5. Asmaradhana (Api Asmara)
Macapat Asmaradana merupakan salah satu tembang yang banyak menggambarkan gejolak asmara yang dialami manusia. Sesuai dengan arti kata, Asmaradana memiliki makna asmara dan dahana yang berarti api asmara.
Asmaradana sering digunakan untuk mengungkapkan perasaan cinta, baik untuk lagu sedih karena patah hati, kecewa cintanya ditolak, pasangan bahagia, maupun sebuah pengharapan pada pasangan.
6. Gambuh (Sepaham/Cocok)
Tembang macapat Gambuh merupakan salah satu tembang yang berisi tentang berbagai ajaran kepada generasi muda, khususnya mengenai bagaimana menjalin hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya.
Beberapa kalangan ada yang memaknai kata Gambuh sebagai sebuah kecocokan, sepaham dan sikap bijaksana. Sikap bijaksana berarti dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, sesuai porsinya, dan mampu bersikap adil.
7. Dhandang Gula (Manisnya Kehidupan)
Tembang macapat Dandanggula memiliki makna harapan yang indah, kata dandanggula sendiri dipercaya berasal dari kata gegadhangan yang berarti cita-cita, angan-angan atau harapan, dan dari kata gula yang berarti manis, indah ataupun bahagia.
Tembang ini memiliki watak yang Luwes, gembira dan indah, sangat cocok digunakan sebagai tembang pembuka yang menjabarkan berbagai ajaran kebaikan, ungkapan rasa cinta dan kebahagiaan.
8. Durma (Mundurnya tata krama)
Tembang macapat Durma merupakan tembang macapat yang menggambarkan kondisi ketika manusia telah menikmati segala kenikmatan dari Tuhan. Durma bagi beberapa kalangan diartikan sebagai munduring tata krama, (mundurnya etika).
Tembang macapat Durma biasanya digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat amarah, berontak, dan juga semangat perang. Ia menggambarkan keadaan manusia yang cenderung berbuat buruk, egois dan ingin menang sendiri.
9. Pangkur (Menarik diri)
Tembang macapat Pangkur bagi orang jawa sering dimaknai sebagai proses mengurangi hawa nafsu dan mungkur dari urusan duniawi. Dalam tahap ini, manusia sudah memasuki usia senja dimana sesorang akan “berkaca” tentang dirinya, tentang masa lalunya, tentang pribadi dan Tuhannya dan lain sebagainya.
Tembang macapat Pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang bernuansa Pitutur (nasihat), pertemanan, dan sayang. Dalam tembang ini juga berbicara tentang kegembiraan dan pengendalia hawa nafsu.
10. Megatruh (Sakaratul maut)
Tembang macapat Megatruh merupakan salah satu tembang macapat yang menggambarkan tentang kondisi maunisa di saat sakaratul maut. Kata megatruh sendiri dipercaya berasal dari kata megat/pegat (berpisah) dan ruh, yang artinya berpisahnya antara jiwa dan raga.
Sifat dan karakter dari tembang macapat Megatruh diantaranya sedih, prihatin, “getun”, menyesal. Tembang macapat ini sangat cocok untuk cerita yang mengandung rasa penyesalan, prihati, sedih.
11. Pucung (Kematian/dipocong)
Tembang macapat Pucung merupakan satu tembang yang digunakan sebagai pengingat akan datangnya kematian. Hadirnya manusia di dunia yang sementara ini akan ada satu masa titik akhir dimana ia harus berpisah dengan segala yang ia cintai semasa hidup.
Watak tembang macapat Pucung adalah sembrana parikena, biasanya dipakai untuk menceritakan hal-hal yang ringan, jenaka atau teka-teki. Meski ringan dan jenaka, namun dalam tembang ini membawa pesan yang berisi nasihat-nasihat untuk membangun hubungan harmonis antara manusia, alam, lingkungan dan Tuhannya.
That's the article Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang
That's it for the article Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang this time, hopefully can be useful for all of you. okay, see you in another article post.
You are now reading the article Fase Kehidupan dalam Sajian Tembang with link address https://doaislamupdate.blogspot.com/2017/04/fase-kehidupan-dalam-sajian-tembang.html