Skip to main content

Faedah Kisah dalam Riwayat Hadis Jibril

Faedah Kisah dalam Riwayat Hadis Jibril - Hi friends, I hope you are all in good healthDOA ISLAM, In the article you are reading this time with the title Faedah Kisah dalam Riwayat Hadis Jibril, We have prepared this article well for you to read and take information in it. hopefully the contents of the post what we write you can understand. ok, happy reading.

Title : Faedah Kisah dalam Riwayat Hadis Jibril
link : Faedah Kisah dalam Riwayat Hadis Jibril

read also


Faedah Kisah dalam Riwayat Hadis Jibril

Syekh 'Abdul Muhsin bin Hamad Al-'Abbad Al-Badr--hafizhahullah--di dalam Syarh Hadits Jibril fi Ta'lim Ad-Din berkata,

٣ - فِي الۡقصَّةِ الَّتِي أَوۡرَدَهَا مُسۡلِمٌ قَبۡلَ سِيَاقِ الۡحَدِيثِ عَنۡ يَحۡيَى بۡنِ يَعۡمَرَ وَحُمَيۡدِ بۡنِ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ الۡحِمۡيَرِيِّ فَوَائِدُ:

Di dalam kisah yang dibawakan oleh Imam Muslim sebelum menyebutkan hadis ini, dari Yahya bin Ya’mar dan Humaid bin ‘Abdurrahman Al-Himyari ada beberapa faedah:

الۡأُولَى: أَنَّ بِدۡعَةَ الۡقَوۡلِ بِنَفۡيِ الۡقَدَرِ ظَهَرَتۡ بِالۡبَصۡرَةِ فِي عَصۡرِ الصَّحَابَةِ فِي حَيَاةِ ابۡنِ عُمَرَ، وَكَانَتۡ وَفَاتُهُ سَنَةَ (٧٣هـ).

Pertama: Bahwasanya bidah pendapat tidak adanya takdir, muncul di Bashrah di masa sahabat ketika Ibnu ‘Umar masih hidup. Ibnu ‘Umar wafat pada tahun 73 H.

الثَّانِيَةُ: رُجُوعُ التَّابِعِينَ إِلَى الصَّحَابَةِ فِي مَعۡرِفَةِ حُكۡمِ مَا يَقَعُ مِنۡ أُمُورٍ مُشۡكِلَةٍ، سَوَاءٌ كَانَ ذٰلِكَ فِي الۡعَقَائِدِ أَوۡ غَيۡرِهَا، وَهَٰذَا هُوَ الۡوَاجِبُ عَلَى كُلِّ مُسۡلِمٍ أَنۡ يَرۡجِعَ فِي أُمُورِ دِينِهِ إِلَى أَهۡلِ الۡعِلۡمِ؛ لِقَوۡلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿فَسۡـءَلُوٓا۟ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ﴾.

Kedua: Merujuknya tabiin kepada sahabat untuk mengetahui hukum perkara-perkara rumit yang terjadi. Sama saja apakah perkara itu dalam perkara akidah atau selainnya. Inilah yang wajib bagi setiap muslim, yaitu agar dia mengembalikan urusan agamanya kepada ulama, berdasarkan firman Allah—‘azza wa jalla—yang artinya, "Bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan apabila kalian tidak mengetahui!"

الثَّالِثَةُ: أنَّهُ يُسۡتَحَبُّ لِلۡحُجَّاجِ وَالۡمُعۡتَمِرِينَ أَنۡ يَسۡتَغِلُّوا مُنَاسَبَةَ ذَهَابِهِمۡ إِلَى الۡحَرَمَيۡنِ لِلتَّفَقُّهِ فِي الدِّينِ وَالرُّجُوعِ إِلَى أَهۡلِ الۡعِلۡمِ فِي مَعۡرِفَةِ مَا يُشۡكِلُ عَلَيۡهِمۡ مِنۡ أَحۡكَامِ دِينِهِمۡ، كَمَا حَصَلَ مِنۡ يَحۡيَى بۡنِ يَعۡمَرَ وَحُمَيۡدِ بۡنِ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ الۡحِمۡيَرِيِّ فِي هَٰذِهِ الۡقِصَّةِ، وَمِنَ النَّتَائِجِ الطَّيِّبَةِ الَّتِي يَظۡفَرُ بِهَا مَنۡ وَفَّقَهُ اللهُ تَفَقُّهُهُ فِي الدِّينِ وَالسَّلَامَةُ مِنَ الۡوُقُوعِ فِي الشَّرِّ،

Ketiga: Disukai bagi para jemaah haji dan umrah untuk memanfaatkan kesempatan kepergian mereka ke dua tanah suci untuk mendalami agama dan merujuk kepada ulama untuk mengetahui hukum-hukum agama yang pelik bagi mereka. Sebagaimana yang dilakukan oleh Yahya bin Ya’mar dan Humaid bin ‘Abdurrahman Al-Himyari dalam kisah ini. Di antara dampak positif yang didapatkan dengan melakukannya oleh orang yang diberi taufik oleh Allah adalah dia dapat mendalami agama ini dan selamat dari jatuh ke dalam kejelekan.

كَمَا فِي صَحِيحِ مُسۡلِمٍ (١٩١) عَنۡ يَزِيدَ الۡفَقِيرِ قَالَ: (كُنۡتُ قَدۡ شَغَفَنِي رَأۡيٌ مِنۡ رَأۡيِ الۡخَوَارِجِ، فَخَرَجۡنَا فِي عِصَابَةٍ ذَوِي عَدَدٍ نُرِيدُ أَنۡ نَحُجَّ، ثُمَّ نَخۡرُجَ عَلَى النَّاسِ، قَالَ: فَمَرَرۡنَا عَلَى الۡمَدِينَةِ فَإِذَا جَابِرُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ يُحَدِّثُ الۡقَوۡمَ - جَالِسٌ إِلَى سَارِيَةٍ - عَنۡ رَسُولِ اللهِ ﷺ، قَالَ: فَإِذَا هُوَ قَدۡ ذَكَرَ الۡجَهَنَّمِيِّينَ، قَالَ: فَقُلۡتُ لَهُ: يَا صَاحِبَ رَسُولِ اللهِ! مَا هَٰذَا الَّذِي تُحَدِّثُونَ؟ وَاللهُ يَقُولُ: ﴿إِنَّكَ مَن تُدۡخِلِ ٱلنَّارَ فَقَدۡ أَخۡزَيۡتَهُۥ ۖ﴾، وَ﴿كُلَّمَآ أَرَادُوٓا۟ أَن يَخۡرُجُوا۟ مِنۡهَا مِنۡ غَمٍّ أُعِيدُوا۟ فِيهَا﴾، فَمَا هَٰذَا الَّذِي تَقُولُونَ؟ قَالَ: فَقَالَ: أَتَقۡرَأُ الۡقُرۡآنَ؟ قُلۡتُ: نَعَمۡ! قَالَ: فَهَلۡ سَمِعۡتَ بِمَقَامِ مُحَمَّدٍ عَلَيۡهِ السَّلَامُ، يَعۡنِي الَّذِي يَبۡعَثُهُ فِيهِ؟ قُلۡتُ: نَعَمۡ! قَالَ: فَإِنَّهُ مَقَامُ مُحَمَّدٍ ﷺ الۡمَحۡمُودُ الَّذِي يُخۡرِجُ اللهُ بِهِ مَنۡ يُخۡرِجُ. قَالَ: ثُمَّ نَعَتَ وَضۡعَ الصِّرَاطِ وَمَرَّ النَّاسِ عَلَيۡهِ، قَالَ: وَأَخَافُ أَنۡ لَا أَكُونَ أَحۡفَظُ ذَاكَ. قَالَ: غَيۡرُ أَنَّهُ قَدۡ زَعَمَ أَنَّ قَوۡمًا يَخۡرُجُونَ مِنَ النَّارِ بَعۡدَ أَنۡ يَكُونُوا فِيهَا، قَالَ: يَعۡنِي فَيَخۡرُجُونَ كَأَنَّهُمۡ عِيدَانُ السَّمَاسِمِ، قَالَ: فَيَدۡخُلُونَ نَهۡرًا مِنۡ أَنۡهَارِ الۡجَنَّةِ فَيَغۡتَسِلُونَ فِيهِ، فَيَخۡرُجُونَ كَأَنَّهُمُ الۡقَرَاطِيسُ. فَرَجَعۡنَا، قُلۡنَا: وَيۡحَكُمۡ! أَتَرَوۡنَ الشَّيۡخَ يَكذِبُ عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ؟! فَرَجَعۡنَا، فَلَا - وَاللهِ! - مَا خَرَجَ مِنَّا غَيۡرُ رَجُلٍ وَاحِدٍ، أَوۡ كَمَا قَالَ أَبُو نُعَيۡمٍ). وَأَبُو نُعَيۡمٍ هُوَ الۡفَضۡلُ بۡنُ دُكَيۡنٍ هُوَ أَحَدُ رِجَالِ الۡإِسۡنَادِ.

Sebagaimana riwayat di dalam Shahih Muslim nomor 191 dari Yazid Al-Faqir. Beliau berkata,

Dahulu, aku pernah tertarik dengan salah satu pemikiran Khawarij. Suatu ketika, kami keluar bepergian dalam suatu rombongan beberapa orang. Kami bermaksud pergi haji lalu pergi menemui manusia.

Kami melewati Madinah. Ternyata ada Jabir bin ‘Abdullah yang sedang menceritakan hadis dari Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—kepada sekumpulan orang. Beliau duduk bersandar ke salah satu tiang.

Waktu itu, beliau sedang menyebutkan Jahannamiyyun.

Aku berkata kepada beliau, “Wahai sahabat Rasulullah, apa yang Anda ceritakan ini? Sedangkan Allah berfirman, ‘Sesungguhnya orang yang telah Engkau masukkan ke dalam neraka, Engkau sungguh menghinakannya.’ Dan, ‘Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka karena kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya.’ Lalu apa yang Anda sedang ucapkan ini?”

Jabir berkata, “Apakah engkau membaca Alquran?”

Aku jawab, “Iya.”

Jabir berkata, “Apakah engkau mendengar tentang makam (kedudukan tinggi) Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—yang dipuji. Dengannya Allah mengeluarkan mengeluarkan siapa saja yang Allah keluarkan?”

Kemudian Jabir menggambarkan tentang peletakan sirat dan lewatnya manusia di atasnya.

Aku khawatir aku tidak hafal bagian itu. Hanya saja beliau menyatakan bahwa ada orang-orang yang keluar dari neraka setelah berada di dalamnya. Yakni mereka keluar seakan-akan kayu hitam yang kering.

Mereka masuk ke salah satu sungai janah lalu mandi di situ, lalu mereka keluar seakan-akan mereka adalah kertas-kertas.

Kami pun kembali.

Kami berkata, “Celaka kalian! Apakah kalian berpandangan bahwa syekh ini berdusta atas nama Rasulullah—shallallahu 'alaihi wa sallam—?!”

Kami pun rujuk. Demi Allah, tidak ada yang keluar dari kelompok kami kecuali satu orang saja.

Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Nu’aim.

Abu Nu'aim adalah Al-Fadhl bin Dukain, salah satu rawi sanad ini.

فَهَٰذِهِ الۡعِصَابَةُ جَاؤُوا إِلَى الۡحَجِّ وَقَدۡ ابۡتُلُوا بِفَهۡمٍ خَاطِئٍ، وَهُوَ أَنَّ أَصۡحَابَ الۡكَبَائِرِ لَا يَخۡرُجُونَ مِنَ النَّارِ، وَحَمَلُوا الۡآيَاتِ الَّتِي وَرَدَتۡ فِي الۡكُفَّارِ عَلَى الۡمُسۡلِمِينَ أَيۡضًا، وَهَٰذَا مِنۡ عَقِيدَةِ الۡخَوَارِجِ، وَقَدۡ أَرَادَتۡ هَٰذِهِ الۡعِصَابَةُ أَنۡ تُظۡهِرَ عَلَى النَّاسِ بِهَٰذِهِ الۡعَقِيدَةِ الۡبَاطِلَةِ بَعۡدَ الۡحَجِّ، لَكِنۡ فِي هَٰذِهِ الرِّحۡلَةِ الۡمَيۡمُونَةِ وَفَّقَهُمُ اللهُ لِلۡاِلۡتِقَاءِ بِجَابِرِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ الۡأَنۡصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا، فَأَوۡضَحَ لَهُمۡ فَسَادَ فَهۡمِهِمۡ، فَعَدَلُوا عَمَّا كَانُوا عَزَمُوا عَلَيۡهِ، وَلَمۡ يَخۡرُجۡ مِنۡهُمۡ بِهَٰذَا الۡبَاطِلِ إِلَّا وَاحِدٌ مِنۡهُمۡ.

Rombongan ini datang untuk haji dalam keadaan mereka ditimpa musibah berupa pemahaman yang keliru. Yaitu, bahwa pelaku dosa besar tidak keluar dari neraka. Mereka mengarahkan ayat-ayat yang ditujukan untuk orang-orang kafir kepada orang-orang muslim juga. Ini termasuk akidah Khawarij.

Rombongan ini hendak mempropagandakan akidah yang batil ini kepada orang-orang setelah ibadah haji. Akan tetapi, dalam rihlah yang diberkahi ini, Allah memberi mereka taufik untuk berjumpa dengan Jabir bin ‘Abdullah Al-Anshari—radhiyallahu ‘anhuma—. Jabir menerangkan rusaknya pemahaman mereka sehingga mereka beralih dari keyakinan mereka dahulu. Tidak ada yang keluar dari mereka membawa pemahaman batil ini kecuali satu orang dari mereka.

الرَّابِعَةُ: فِي هَٰذِهِ الۡقِصَّةِ أَنۡوَاعٌ مِنَ الۡأَدَبِ، مِنۡهَا اكۡتِنَافُ أَحَدِ هَٰذَيۡنِ الرَّجُلَيۡنِ عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عُمَرَ، فَصَارَ وَاحِدٌ مِنۡهُمَا عَنۡ يَمِينِهِ، وَوَاحِدٌ عَنۡ يَسَارِهِ، وَفِي ذٰلِكَ قُرۡبُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنۡهُمَا مِنۡهُ لِلتَّمَكُّنِ مِنۡ وَعۡيِ مَا يَقُولُهُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، وَمِنۡهَا مُخَاطَبَتُهُ بِالۡكُنۡيَةِ، وَهُوَ مِنۡ حُسۡنِ الۡأَدَبِ فِي الۡخِطَابِ، وَمِنۡهَا مُرَاعَاةُ حَقِّ الصَّاحِبِ وَعَدَمُ سَبۡقِهِ إِلَى الۡحَدِيثِ إِلَّا إِذَا فُهِمَ مِنۡهُ مَا يُشعر رِضَاهُ بِذٰلِكَ، وَلَعَلَّ يَحۡيَى بۡنَ يَعۡمَرَ رَأَى أنَّ صَاحِبَهُ سَكَتَ وَلَمۡ يَبۡدَأۡ بِالۡكَلَامِ مَعَ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُمَرَ، فَفَهِمَ مِنۡهُ أَنَّهُ تَرَكَ الۡحَدِيثَ لَهُ.

Keempat: Di dalam kisah ini ada macam-macam adab.

Di antaranya adalah dua orang pria ini mengapit ‘Abdullah bin ‘Umar, sehingga salah satunya di sebelah kanan dan satu lagi di sebelah kiri. Dalam perbuatan itu menunjukkan dekatnya posisi masing-masing keduanya dari Ibnu ‘Umar agar mudah menangkap apa yang akan beliau­­—radhiyallahu ‘anhu—ucapkan.

Di antara adab dalam kisah ini adalah memanggil beliau dengan nama kunyah. Ini termasuk adab yang baik dalam berbicara.

Di antara adab dalam kisah ini adalah memperhatikan hak temannya dan tidak mendahuluinya untuk memulai pembicaraan kecuali jika dipahami ada keridaan darinya akan hal itu. Sepertinya Yahya bin Ya’mar melihat bahwa temannya diam dan tidak mulai pembicaraan dengan ‘Abdullah bin ‘Umar, sehingga beliau memahami bahwa temannya menyerahkan pembicaraan kepadanya.

الۡخَامِسَةُ: أَنَّ الۡاِسۡتِفۡتَاءَ وَأَخۡذَ الۡعِلۡمِ عَنِ الۡعَالِمِ كَمَا يَكُونُ فِي حَالِ جُلُوسِهِ، يَكُونُ أَيۡضًا فِي حَالِ مَشۡيِهِ؛ لِأَنَّ هَٰذَيۡنِ التَّابِعِيَّيۡنِ سَأَلَا ابۡنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا وَأَجَابَهُمَا عَلَى مَا سَأَلَا وَهُوَ يَمۡشِي، وَفِي صَحِيحِ الۡبُخَارِيِّ فِي كِتَابِ الۡعِلۡمِ: (بَابُ الۡفُتۡيَا وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى الدَّابَّةِ وَغَيۡرِهَا)، وَ(بَابُ السُّؤَالِ وَالۡفُتۡيَا عِنۡدَ رَمۡيِ الۡجِمَارِ).

Kelima: Bahwa meminta fatwa dan mengambil ilmu dari seorang alim, sebagaimana bisa ketika alim itu sedang duduk, bisa pula ketika alim itu sedang berjalan. Karena dua tabiin ini bertanya kepada Ibnu ‘Umar—radhiyallahu ‘anhuma—dan Ibnu ‘Umar menjawab pertanyaan mereka berdua ketika beliau sedang berjalan. Di dalam Shahih Al-Bukhari di dalam kitab Al-‘Ilm ada “bab berfatwa ketika sedang di atas hewan tunggangan dan selainnya” dan “bab tanya jawab ketika melempari jamrah”.


That's the article Faedah Kisah dalam Riwayat Hadis Jibril

That's it for the article Faedah Kisah dalam Riwayat Hadis Jibril this time, hopefully can be useful for all of you. okay, see you in another article post.

You are now reading the article Faedah Kisah dalam Riwayat Hadis Jibril with link address https://doaislamupdate.blogspot.com/2021/12/faedah-kisah-dalam-riwayat-hadis-jibril.html
Comment Policy: Please write your comments that match the topic of this page post. Comments containing links will not be displayed until they are approved.
Open Comments
Close Comment