Skip to main content

PPH Belanja Makanan

PPH Belanja Makanan - Hi friends, I hope you are all in good healthDOA ISLAM, In the article you are reading this time with the title PPH Belanja Makanan, We have prepared this article well for you to read and take information in it. hopefully the contents of the post Artikel Pengadaan, Artikel Peraturan, what we write you can understand. ok, happy reading.

Title : PPH Belanja Makanan
link : PPH Belanja Makanan

read also


PPH Belanja Makanan

Gambar: voa-islam

Pada beberapa dukumen pertanggungjawaban keuangan yang kami periksa, kami menemukan potongan pajak penghasilan (PPh) atas belanja makan yang nilainya tidak konsisten. Tidak konsisten disini maksudnya prosentase perkenaan pajaknya tidak sama. 

Setelah dilakukan konfirmasi terhadap beberapa sumber yang berbeda, kami menemukan jawaban yang seragam, yakni nilai pajak belanja makan adalah Rp1.000,00 untuk setiap Rp25.000,00 dan berlaku kelipatannya. Dengan kata lain, jika kita belanja Rp25.000,00 maka pajaknya Rp1.000,00, jika kita belanja Rp50.000,00 maka pajaknya Rp2.000,00, dan seterusnya. 

Jika perhitungan pajak yang dikenakan sebesar 4% dengan asumsi bahwa: 1) semua jasa kena PPH-23, dan 2) penyedia tidak memiliki NPWP sehingga dikenakan pajak dua kali lipat, maka hal ini masih bisa diterima. Akan tapi bukan asumsi pajak seribu tiap pembelanjaan 25 ribu. 

Perihal perbedaan penafsiran dalam pengenaan pajak atas pengadaan/belanja makanan, memang sudah cukup lama menjadi pembahasan. Akan tetapi perbedaan yang muncul lebih mengarah pada, apakah belanja makan tersebut termasuk objek PPh Pasal 23 ataukah PPh Pasal 22?

Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 2% atas Jasa Boga/Katering sesuai PMK Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008, terkadang terjadi permasalahan pada Bendahara selaku Wajib Pajak (WP) terutama dalam mendefinisikan pengertian Jasa Katering. Hal ini menimbulkan kebingungan, apakah transaksi pembelian makanan dan/atau minuman tersebut termasuk objek PPh Pasal 23 atau bukan. 

Kebingungan tersebut dipicu oleh cara pandang WP ketika berbelanja ke pengusaha jasa katering dan usaha yang menjual makanan dan/atau minuman yang sama dengan barang/jasa jenis usaha katering. 

Profesor Adrian Payne UNSW mendefinisikan jasa sebagai aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai atau manfaat) intangibel (baca: tidak berwujud) yang berkaitan dengannya, yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Ciri-ciri jasa yaitu, tidak berwujud, heteregonitas, tidak dapat dipisahkan, dan tidak tahan lama. 

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan katering sebagai: usaha yang melayani pesanan makanan (untuk kantor, usaha penerbangan, pesta, pertemuan, dan sebagainya); pemasok makanan untuk pesta, pertemuan, dan sebagainya); jasa boga. 

Dengan demikian, disebut jasa katering apabila dalam penyediaan jasa makanan (providing foodservice) ada unsur melayani (cater) disertai penambahan jasa selain makanan/minuman yang dilakukan oleh penyedia jasa sehingga makanan dapat dinikmati pada tempat yang ditentukan (pesta, perjamuan, rapat, dsb).

Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN menyebutkan Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. 

Pada Pasal 4A UU Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan bahwa, jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut: “makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering”. 

Apabila menggunakan definisi jasa katering antara UU PPN dan UU PPh, maka makanan dan/atau minuman yang termasuk objek pajak pasal 23 adalah yang dijual oleh pengusaha jasa katering. Sedangkan makanan dan atau minuman yang dijual oleh pengusaha selain jasa katering termasuk kategori belanja barang, objek PPh pasal 22.

Menurut pendapat kami: Makanan dan minuman yang dijual di manapun termasuk barang, bukan jasa jika penjualnya adalah bukan usaha jasa katering. Sedangkan makanan dan minuman yang dijual pada jenis usaha jasa katering tidak dipisahkan antara barang dan jasanya karena jenis usahanya adalah jasa, maka ikut kelompok jasa.

Sesuai PMK 154/PMK.03/2010 tanggal 31 Agustus 2010, Bendahara Pemerintah yang berbelanja barang dengan nilai setiap pembayaran lebih dari dua juta rupiah (Rp2.000.000,00) wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian, termasuk pembelian makanan dan atau minuman. Sedangkan jika belanja makanan dan atau minuman ke pengusaha jasa katering, wajib memungut PPh Pasal 23 sebesar 2% dari pembelian.

Artikel ini sengaja kami muat karena sampai dengan saat ini kami belum mendapati ketentuan pungutan pajak belanja makanan/minuman yang nilainya tidak sesuai PMK Nomor 154. 


Reff:
PMK 244 Tahun 2008 jenis jasa lain PPh Pasal 23, unduh di sini Unduh Gratis
PMK 154 Tahun 2010 Petunjuk Pemungutan PPh Pasal 22, unduh di sini Unduh Gratis
Kep Dirjen Pajak 50 tahun 1994 Unduh Gratis


That's the article PPH Belanja Makanan

That's it for the article PPH Belanja Makanan this time, hopefully can be useful for all of you. okay, see you in another article post.

You are now reading the article PPH Belanja Makanan with link address https://doaislamupdate.blogspot.com/2020/06/pph-belanja-makanan.html
Comment Policy: Please write your comments that match the topic of this page post. Comments containing links will not be displayed until they are approved.
Open Comments
Close Comment